KETERAMPILAN DAN NILAI SEBAGAI MATERI PENDIDIKAN MENURUT PERSPEKTIF ISLAM


Keterampilan Yang Menjadi Materi Pendidikan dalam Islam
                Di atas, telah dijelaskan bahwa tugas yang dibebankan kepada manusia ialah menciptakan kehidupan yang sejahtera sebagai wujud pengabdian kepada Allah swt. Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk membina kehidupan bersama. Begitu pula, manusia dituntut untuk mengolah dan memanfaatkan alam. Dengan begitu, banyak pekerjaan yang dapat dan perlu dilakukan manusia. Masing-masing bidang tugas ini menuntut pembinaan dan pengembangan keterampilan, baik keterampilan fisik maupun yang non fisik.  
Manusia sebagai makhluk sosial dituntut agar mempunyai keahlian yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan orang lain. Manusia hidup bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi untuk menjadi bagian yang berarti dalam sebuah sistem sosial yang terdiri atas banyak orang. Masing-masing orang sebagai warga masyarakat dituntut agar mengambil bagian atau pean sendiri untuk kepentingan bersama. Dalam hal ini, menarik untuk mengamati pernyataan Nabi sebagaimana diungkapkan hadis yang berbunyi: خير الناس أنفعهم للناس
Artinya:  Manusia terbaik adalah mereka yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.
Agar dapat bermanfaat bagi manusia lain dalam kehidupan bermasyarakat, seseorang perlu memiliki keterampilan tertentu, baik keterampilan fisik maupun non fisik. Seseorang perlu memiliki keterampilan profesional seperti petani, dokter, guru, ahli bangunan, dan lain-lain karena semua ini sangat dibutuhkan oleh suatu masyarakat. Makna kehidupan seseorang ditentukan oleh seberapa besar partisipasinya dalam membina kehidupan masyarakat tempat ia hidup.
Seiring dengan itu, di dalam al-Quran dinyatakan:
ولقد مكناكم فىالأرض وجعلنالكم فيها معايش قليلا ماتشكرون (الأعراف 10)
Artinya: Sesungguhnya, Kami telah menempatkan kalian di bumi, dan telah menentukan berbagai sumber kehidupan untuk kalian di sana. Hanya sedikit di antara kalian yang bersyukur.
Ayat ini menegaskan bahwa banyak sumber kehidupan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia dalam melaksanakan tugasnya di bumi. Itu berarti bahwa banyak pula keterampilan yang dibutuhkan untuk mengaktualisasikannya.  Manusia perlu menggali dan mengembangkannya secara profesional.
                Dengan demikian, tuntutan agama Islam agar penganutnya selalu berusaha untuk beramal saleh dalam rangka mewujudkan kemakmuran di bumi berarti tuntutan untuk membina dan mengembangkan berbagai keterampilan yang memungkinkan terciptanya kehidupan masyarakat yang makmur dan sejahtera. Di antara keterampilan yang diungkap al-Quran, dapat dikemukakan seperti bertani, berdagang, beternak, teknik, pengobatan, administrasi, berdakwah, dan lain-lain. Bentuk keterampilan yang dibutuhkan dalam suatu masyarakat tentu saja selalu akan berkembang sesuai dengan tingkat kemajuan peradaban masyarakat yang bersangkutan.
                Bertolak dari pemikiran ini, umat Islam seharusnya menjadi pelopor bagi pengembangan berbagai keterampilan untuk memenuhi kebutuhan hidup moderen yang semakin maju. Konsep amal saleh menuntut umat Islam untuk menjadi produsen bukan hanya konsumen. Tidaklah tepat bila umat Islam hanya memiliki perhatian pada pengembangan pengetahuan dan keterampilan yang terkait dengan ilmu-ilmu keagamaan saja, seperti yang terjadi pada Masa Pertengahan. Kelalaian umat Islam dalam mengembangkan teknologi militer, pertanian, perhubungan, dan lain-lain pada masa ini adalah sebab utama bagi kemunduran umat Islam. 
                Untuk mewujudkan masyarakat utama yang memiliki keunggulan dalam berbagai bidang kehidupan, lembaga-lembaga pendidikan Islam perlu memberikan perhatian yang cukup untuk pembinaan dan pengembangan berbagai keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan moderen ini.
D. Nilai Sebagai Materi Pendidikan
                Manusia yang ideal adalah pribadi yang setia dan menjunjung tinggi nilai-nilai yang berlaku. Sebaliknya, manusia yang tidak baik yaitu mereka yang mengingkari nilai-nilai, atau sedikitnya kurang loyal dan kurang aktif dalam melaksanakan yang dikehendaki nilai-nilai.[11]Manusia yang baik tidak akan ragu-ragu untuk mengorbankan waktu, dana, tenaga, bahkan nyawa sekali pun dalam rangka memperjuangkan dan mempertahankan nilai-nilai yang diyakininya. Manusia demikian tidak akan ada dengan sendirinya, tetapi melalui proses yang disebut pendidikan.
                Tugas utama pendidikan adalah membentuk pribadi yang bermoral, yang memiliki kemampuan untuk mengelola hidupnya sesuai dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan. Kemampuan seperti ini ada pada hati nurani. Dengan demikian, pendidikan bertujuan untuk membina hati nurani peserta didik agar mempunyai kepekaan dan penghayatan nilai-nilai yang luhur. Pembinaan hati nurani seperti inilah yang disebut pendidikan nilai atau pendidikan budi pekerti.[12] Al-Attas menegaskan bahwa ungkapan bahasa Arab yang paling tepat untuk merumuskan arti kata pendidikan adalah ta`dib karena yang menjadi pusat masalah pendidikan adalah adab.[13] Untuk membentuk pribadi yang bermoral atau yang beradab, anak didik harus dibantu untuk menghayati dan mengalami nilai-nilai luhur yang diidealkan. Justru itu, nilai menjadi materi pendidikan yang sangat penting. 
1. Pengertian Nilai
                Nilai adalah kualitas atau mutu dari sesuatu. Masing-masing benda atau peristiwa di jagat raya ini mempunyai kualitas tertentu. Segala sesuatu yang ada mengandung nilai-nilai tertentu. Nilai masing-masing benda atau peristiwa itu berbeda-beda antara satu dengan lainnya sehingga setiap sesuatu menempati tingkatan nilai tertentu. Menurut Max Scheler, nilai-nilai yang ada tidaklah sama luhur dan tingginya. Nilai-nilai itu secara senyatanya, ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah dibanding nilai lainnya. Hirarki nilai ini bukan diciptakan oleh dan tidak bergantung pada kemauan manusia. Baik atau tidaknya manusia ditentukan oleh kebenaran prilakunya sesuai dengan hirarki nilai itu sendiri.[14]
Seseorang memilih suatu benda atau melakukan suatu tindakan karena benda dan tindakan itu diyakininya punya nilai. Oleh karena itu, ia akan merasa puas dan senang bila memperoleh benda atau dapat melakukan sesuatu yang dianggapnya bernilai. Ada orang yang merasa puas bila memperoleh kedudukan dan peran politik tertentu. Ada pula yang akan senang jika mendapat keuntungan ekonomis tertentu. Masing-masing akan berusaha untuk mendapatkan hal-hal yang diyakininya bernilai. Seiring dengan itu, nilai dipahami sebagai suatu tenaga pendorong bagi seseorang untuk bertindak, sesuatu yang dihargai, dipelihara, diagungkan, dihormati, serta membuat orang puas, gembira, dan bersyukur, sesuatu yang menarik, sesuatu yang dicari, sesuatu yang menyenangkan dan yang disukai.
                Dalam menjalani kehidupannya, manusia selalu dihadapkan pada pilihan yang sangat beragam. Manusia tidak mungkin bersikap apatis. Misalnya, ketika seseorang memiliki sejumlah uang ia akan dihadapkan pada pilihan tentang benda apa yang akan dibelinya dengan uang itu. Begitu pula, ketika ia melihat ada orang yang terjatuh di jalanan, ia juga dituntut untuk memilih apakah akan menolong orang tersebut atau berlalu begitu saja. Demikian seterusnya, seseorang selalu dituntut untuk mengambil sikap terhadap berbagai hal yang dihadapinya. Pilihan tentang benda yang akan dibelinya atau tindakan yang akan dilakukannya ditentukan oleh tingkatan nilai yang diyakininya ada pada pilihan itu. Mungkin ia akan membeli barang-barang antik, buku-buku pengetahuan, baju baru, atau makanan yang enak, bahkan mungkin ia memilih terjun ke dalam kancah peperangan, karena itulah yang bernilai bagi yang bersangkutan. Seseorang akan siap mengorbankan apa pun untuk mencapai sesuatu yang diyakininya bernilai bagi dirinya.
                Penilaian seseorang terhadap suatu benda atau tindakan mungkin sesuai dengan realitas sesungguhnya, tetapi mungkin juga tidak. Oleh karena itu, suatu benda atau tindakan ada yang bernilai dan ada pula yang diberi nilai. Pendidikan nilai bertujuan untuk membina anak didik agar mampu dan mau memilih suatu benda atau tindakan sesuai dengan nilai-nilai luhur yang dianut oleh masyarakat tempat ia hidup. Dengan kata lain, agar ia dapat bersikap dan berprilaku secara tepat sesuai dengan nilai-nilai luhur masyarakatnya.
                Nilai merupakan sesuatu yang bersifat abstrak. Untuk mengetahui nilai yang dianut oleh seseorang dapat dilihat dengan memperhatikan usahanya untuk mencapai suatu yang mengandung nilai tertentu. Seberapa besar daya, dana, waktu, dan perhatian yang digunakan dan dikorbankannya untuk itu. Semakin besar daya, dana, waktu, dan perhatian yang dugunakannya berarti semakin tinggi nilai yang ada di balik sesuatu itu baginya. Orang yang meyakini bahwa berhaji itu adalah sesuatu yang bernilai tinggi akan senantiasa berusaha dengan segala cara yang mungkin untuk menunaikannya.  

2. Macam-macam Nilai
                Dalam pembahasan tentang nilai, ada beberapa cara pengelompokan yang biasa dipakai. Di antaranya pengelompokan nilai ke dalam nilai intrinsik dan nilai instrumental. Nilai intrinsik atau nilai objektif yaitu nilai yang terdapat secara objektif pada suatu hal atau objek tertentu. Penetapan bernilai atau tidaknya suatu objek ditentukan oleh kualitas objek itu sendiri, tidak bergantung pada relasinya dengan faktor lain. Dalam literatur Ushul Fikih, nilai intrinsik disebut hasan/qubh lidzatih. Sementara itu, nilai instrumen ialah nilai yang diberikan kepada sesuatu karena fungsi dan hubungannya dengan faktor lain. Nilai instrumental disebut dalam istilah Ushul Fikih hasan/qubh lighairih. Nilai intrinsik ialah nilai yang dianggap baik tidak untuk sesuatu yang lain, melainkan di dalam dan dari dirinya sendiri. Nilai instrumental ialah nilai yang baik karena bernilai untuk sesuatu yang lain. Nilai terletak pada konsekuensi-konsekuensi pelaksanaannya dalam usaha mencapai nilai yang lain.[15]
                Di kalangan ilmuwan terdapat pandangan bahwa nilai sesuatu tidak berada pada objek itu sendiri, melainkan pada peran dan fungsinya bagi subjek pemberi nilai. Sesuatu dikatakan bernilai bila ia memberi manfaat dan kepuasan bagi orang yang membutuhkannya. Inilah pandangan penganut paham pragmatis yang selalu mengukur sesuatu dari segi kegunaan praktisnya. Di antara tokoh paham ini yang banyak pengaruhnya di dunia pendidikan adalah John Dewey. Dalam pandangan mereka, nilai bersifat relatif dan subjektif, yaitu bergantung pada tempat, waktu, dan manusia. Sementara di sisi lain, ada pula yang berpendapat bahwa segala sesuatu memiliki nilai pada dirinya sendiri. Bagi penganut pendapat ini, nilai bersifat normatif, universal, dan objektif. Pandangan seperti ini dianut oleh para penganut paham idealisme.
                Dari segi fungsinya untuk memenuhi interest manusia, nilai dikelompokkan Edward Spranger menjadi nilai religi, nilai ilmiah, nilai ekonomi, nilai politik (keku-asaan, negara), nilai estetika, dan nilai sosial (nilai kemanusiaan).[16] Pengelompok-an ini menunjukkan penggolongan manusia sesuai dengan interestnya. Pada dasarnya, setiap manusia menghargai keenam nilai ini. Hanya saja, konfigurasinya pada masing-masing orang berbeda. Di antara manusia, ada yang mengutamakan nilai-nilai agama dalam hidupnya, dan ada pula yang mementingkan nilai-nilai ekonomi. Demikian seterusnya.
                Dilihat dari sumbernya, nilai dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan, yaitu nilai agama dan nilai budaya. Nilai agama yaitu nilai-nilai yang bersumber dari Tuhan yang ditetapkan melalui wahyu yang disampaikan melalui para Rasul-Nya. Dalam hal ini, penetapan nilai suatu benda atau perbuatan didasarkan atas ketetapan agama. Di dalam ajaran agama, terdapat norma-norma yang memuat nilai-nilai luhur yang harus ditegakkan oleh penganut agama yang bersangkutan. Bagi penganut agama, nilai ini bersifat mutlak dan tidak mungkin diposisikan di bawah nilai-nilai budaya. Nilai budaya adalah nilai-nilai yang ditetapkan oleh manusia, baik secara perorangan maupun berkelompok. Nilai inilah yang melembaga dalam suatu masyarakat, yang menjadi tradisi yang diwariskan turun temurun. Dalam Islam, nilai-nilai budaya dapat diterima dan dikembangkan selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama.
                Dalam ajaran Islam yang menjadi tolok ukur nilai adalah kehendak Allah swt., bukan kehendak atau selera manusia. Yang baik dan bernilai dalam pandangan Islam adalah segala yang dinyatakan baik oleh Allah swt. Oleh karena itu, patokan baik-buruk atau bernilai-tidaknya sesuatu adalah ketentuan yang terdapat di dalam al-Quran dan al-Sunnah.

3. Nilai-nilai yang Menjadi Materi Pendidikan dalam Islam
                Islam adalah agama yang mengajarkan kepada manusia agar menempatkan sesuatu pada tempatnya masing-masing sesuai dengan realitas yang sebenarnya. Inti dari ajaran tauhid adalah pengakuan terhadap Allah sebagai satu-satunya dzat yang berhak dipertuhan. Selain dari Allah tidak ada yang boleh dipandang sebagai Tuhan karena kenyataannya semua itu memang bukan Tuhan, tetapi hanyalah makhluk. Hanya Allah yang menjadi khalik dan penentu segala sesuatu. Oleh karena itu, ketetapan Allah tentang segala hal bersifat mutlak. Pandangan ini merupakan landasan utama dalam sistem nilai Islam.
                Persoalan nilai dalam Islam dibahas oleh para ulama di bawah judul akhlak. Sehubungan dengan itu, al-Syaibany mengemukakan lima prinsip yang menjadi landasan filsafat Islam, khususnya di bidang akhlak. Kelima prinsip itu adalah:
a.                   Percaya bahwa akhlak termasuk di antara makna yang terpenting dalam hidup ini. Oleh karena itu, terdapat sebanyak 1504 ayat di dalam al-Quran yang berhubungan dengan akhlak, baik dari segi teori maupun praktek.
b.                  Percaya bahwa akhlak itu adalah kebiasaan atau sikap yang mendalam dalam jiwa dari mana timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang. Ia merupakan suatu faktor yang mempengaruhi tingkah laku manusia dan kemampuannya untuk menyesuaikan diri dengan alam sekitar tempat ia hidup.
c.                   Percaya bahwa akhlak Islam adalah akhlak kemanusiaan yang mulia. Ia sesuai dengan fitrah dan akal yang sehat, dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan perseorangan dan masyarakat dalam segala waktu dan tempat.
d.                  Percaya bahwa tujuan tertinggi agama dan akhlak ialah menciptakan kehidupan bahagia di dunia dan akhirat, kesempurnaan jiwa bagi individu, serta menciptakan kebahagiaan, kemajuan, kekuatan, dan keteguhan bagi masyarakat.
e.                   Percaya bahwa agama Islam adalah sumber terpenting bagi akhlak Islam. Ia merupakan sumber terpenting dalam menentukan baik-buruk.[17] 
Bertolak dari pandangan demikian, dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai yang mesti menjadi materi pendidikan dalam pandangan Islam adalah nilai-nilai yang bersumber dan berdasarkan al-Quran dan al-Sunnah al-Nabawiyah. Tolok ukur utama dalam penetapan nilai sesuatu adalah kedua sumber ajaran Islam ini. Nilai-nilai budaya dapat diterima selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Agama Islam tidak hanya mengemukakan nilai-nilai yang perlu dipelihara oleh manusia, tetapi juga memberikan panduan tentang langkah-langkah yang perlu untuk mencapainya.
Kehadiran Islam bagi manusia adalah sebagai pedoman untuk membenahi akhlak, dalam pengertian untuk memberikan petunjuk serta bimbingan tentang nilai-nilai luhur yang mesti diyakini dan dianut oleh setiap manusia. Sehubungan dengan itu, Nabi pernah menyatakan bahwa beliau diutus oleh Allah swt. sebagai penyempurna akhlak manusia. Hal ini menunjukkan bahwa ajaran Islam yang termuat di dalam al-Quran dan al-Sunnah itu sarat dengan petunjuk tentang nilai yang mesti diketahui, dihayati dan ditegakkan oleh setiap individu Muslim.
Dilihat dari sifatnya, nilai-nilai tersebut ada yang absolut dan ada pula yang relatif. Hal itu dimungkinkan karena Islam adalah agama universal yang berlaku bagi seluruh masyarakat manusia yang sangat beragam. Sedangkan dari sisi kebutuhan manusia, Islam sebagai agama fitrah mengajak manusia untuk memenuhi dan menyalurkan kebutuhan-kebutuhan tersebut secara proporsional. Dengan mengacu kepada pendapat Edward Spranger di atas, Islam mendorong manusia untuk menghargai keenam kategori nilai tersebut secara harmonis.
Dalam proses pendidikan yang dilaksanakan atas dasar ajaran Islam, prinsip-prinsip seperti dikemukakan di atas harus ditegakkan. Anak didik harus dibina untuk menerima bahwa mereka adalah manusia makhluk ciptaan Tuhan yang harus tunduk dan patuh kepada segala ketentuan-Nya. Di antara nilai-nilai luhur yang perlu ditumbuh-kembangkan pada anak didik ialah keadilan, disiplin, kejujuran, kesamaan, solidaritas, ekonomis, dan lain-lain. 
[10]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), Cet. Ketiga, hal. 935. 
[11]Mohammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila,(Surabaya: Penerbit Usaha Nasional, 1986), hal. 129. 
[12]A. Atmadi dan Y. Setianingsih (ed.), Transformasi Pendidikan Memasuki Millenium Ketiga,(Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2000), hal. 35. 
[13]S.M. al-Naquib al-Attas, op. cit., hal. 77.
[14]EM. K. Kaswardi (ed.), Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000, (Jakarta: PT. Grasindo, 1993), hal. 37.
[15]Mohammad Noor Syam, op. cit., hal. 137. 
[16]Ibid., hal. 138. 
[17]Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany, op. cit., 312-355. 

Post a Comment for "KETERAMPILAN DAN NILAI SEBAGAI MATERI PENDIDIKAN MENURUT PERSPEKTIF ISLAM"