MASALAH
yang selalu dikeluhkan orang tua tentang anak mereka seakan-akan tidak
pernah berakhir. Taraf pertumbuhan dan perkembangan telah menjadikan
perubahan pada diri anak. Perubahan perilaku tidak akan menjadi masalah
bagi orang tua apabila anak tidak menunjukkan tanda penyimpangan. Akan
tetapi, apabila anak telah menunjukkan tanda yang mengarah ke hal
negatif akan membuat cemas bagi sebagian orang tua.
Menurut
Al-Istambuli (2002), “Kecemasan orang tua disebabkan oleh timbulnya
perbuatan negatif anak yang dapat merugikan masa depannya.” Kekhawatiran
orang tua ini cukup beralasan sebab anak kemungkinan akan berbuat apa
saja tanpa berpikir risiko yang akan ditanggungnya. Biasanya penyesalan
baru datang setelah anak menanggung segala risiko atas perbuatannya.
Keadaan ini tentu akan mengancam masa depannya.
Menurut
Prayitno (2004), “… sumber-sumber permasalahan pada diri siswa banyak
terletak di luar sekolah.” Hal ini disebabkan oleh anak lebih lama
berada di rumah daripada di sekolah. Karena anak lebih lama berada di
rumah, orang tualah yang selalu mendidik dan mengasuh anak tersebut.
Dalam
mengasuh anak orang tua bukan hanya mampu mengkomunikasikan fakta,
gagasan, dan pengetahuan saja, melainkan membantu menumbuhkembangkan
kepribadian anak (Riyanto, 2002). Pendapat tersebut merujuk pada teori
Humanistik yang menitikberatkan pendidikan bertumpu pada peserta didik.
Artinya anak perlu mendapat perhatian dalam membangun sistem pendidikan.
Apabila anak telah menunjukkan gejala-gejala yang kurang baik, berarti
mereka sudah tidak menunjukkan niat belajar yang sesungguhnya. Kalau
gejala ini dibiarkan terus akan menjadi masalah di dalam mencapai
keberhasilan belajarnya.
Menurut Clemes (2001) bahwa terjadinya penyimpangan perilaku anak disebabkan kurangnya ketergantungan antara anak dengan orang tua. Hal
ini terjadi karena antara anak dan orang tua tidak pernah sama dalam
segala hal. Ketergantungan anak kepada orang tua ini dapat terlihat dari
keinginan anak untuk memperoleh perlindungan, dukungan, dan asuhan dari
orang tua dalam segala aspek kehidupan. Selain itu, anak yang menjadi
“masalah” kemungkinan terjadi akibat dari tidak berfungsinya sistem
sosial di lingkungan tempat tinggalnya. Dengan kata lain perilaku anak
merupakan reaksi atas perlakuan lingkungan terhadap dirinya.
Penanganan
terhadap perilaku anak yang menyimpang merupakan pekerjaan yang
memerlukan pengetahuan khusus tentang ilmu jiwa dan pendidikan. Orang
tua dapat saja menerapkan berbagai pola asuh yang dapat
diterapkan dalam kehidupan keluarga. Apabila pola-pola yang diterapkan
orang tua keliru, maka yang akan terjadi bukannya perilaku yang baik,
bahkan akan mempertambah buruk perilaku anak.
Anak
tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua,
anak beradaptasi dengan lingkungannya dan mengenal dunia sekitarnya
serta pola pergaulan hidup yang berlaku di lingkungannya.
Ini disebabkan oleh orang tua merupakan dasar pertama bagi pembentukan
pribadi anak.
Bentuk-bentuk pola asuh orang tua
sangat erat hubungannya dengan kepribadian anak setelah ia menjadi
dewasa. Hal ini dikarenakan ciri-ciri dan unsur-unsur watak seorang
individu dewasa sebenarnya sudah diletakkan benih-benihnya ke dalam jiwa
seorang individu sejak sangat awal, yaitu pada masa ia masih
kanak-kanak. Watak juga ditentukan oleh cara-cara ia waktu kecil diajar
makan, diajar kebersihan, disiplin, diajar main dan bergaul dengan anak
lain dan sebagainya (Koentjaraningrat, 1997). Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa pola asuh yang diterapkan oleh orang tua sangat
dominan dalam membentuk kepribadian anak sejak dari kecil sampai anak
menjadi dewasa.
Di
dalam mengasuh anak terkandung pula pendidikan, sopan santun, membentuk
latihan-latihan tanggung jawab dan sebagainya. Di sini peranan orang
tua sangat penting, karena secara langsung ataupun tidak orang tua
melalui tindakannya akan membentuk watak anak dan menentukan sikap anak
serta tindakannya di kemudian hari.
Masing-masing
orang tua tentu saja memiliki pola asuh tersendiri dalam mengarahkan
perilaku anak. Hal ini sangat dipengaruh oleh latar belakang pendidikan
orang tua, mata pencaharian hidup, keadaan sosial ekonomi, adat
istiadat, dan sebagainya. Dengan kata lain, pola asuh orang tua petani
tidak sama dengan pedagang. Demikian pula pola asuh orang tua
berpendidikan rendah berbeda dengan pola asuh orang tua yang
berpendidikan tinggi. Ada yang menerapkan dengan pola yang keras/kejam,
kasar, dan tidak berperasaan. Namun, ada pula yang memakai pola lemah
lembut, dan kasih sayang. Ada pula yang memakai sistem militer, yang
apabila anaknya bersalah akan langsung diberi hukuman dan tindakan tegas
(pola otoriter). Bermacam-macam pola asuh yang diterapkan orang tua ini sangat bergantung pada bentuk-bentuk penyimpangan perilaku anak.
Orang
tua dapat memilih pola asuh yang tepat dan ideal bagi anaknya. Orang
tua yang salah menerapkan pola asuh akan membawa akibat buruk bagi
MASALAH
yang selalu dikeluhkan orang tua tentang anak mereka seakan-akan tidak pernah
berakhir. Taraf pertumbuhan dan perkembangan telah menjadikan perubahan pada
diri anak. Perubahan perilaku tidak akan menjadi masalah bagi orang tua apabila
anak tidak menunjukkan tanda penyimpangan. Akan tetapi, apabila anak telah menunjukkan
tanda yang mengarah ke hal negatif akan membuat cemas bagi sebagian orang tua.
Menurut Al-Istambuli (2002), “Kecemasan orang
tua disebabkan oleh timbulnya perbuatan negatif anak yang dapat merugikan masa
depannya.” Kekhawatiran orang tua ini cukup beralasan sebab anak kemungkinan
akan berbuat apa saja tanpa berpikir risiko yang akan ditanggungnya. Biasanya
penyesalan baru datang setelah anak menanggung segala risiko atas perbuatannya.
Keadaan ini tentu akan mengancam masa depannya.
Menurut Prayitno (2004), “… sumber-sumber
permasalahan pada diri siswa banyak terletak di luar sekolah.” Hal ini
disebabkan oleh anak lebih lama berada di rumah daripada di sekolah. Karena
anak lebih lama berada di rumah, orang tualah yang selalu mendidik dan mengasuh
anak tersebut.
Dalam mengasuh anak orang tua bukan hanya
mampu mengkomunikasikan fakta, gagasan, dan pengetahuan saja, melainkan
membantu menumbuhkembangkan kepribadian anak (Riyanto, 2002). Pendapat tersebut
merujuk pada teori Humanistik yang menitikberatkan pendidikan bertumpu pada
peserta didik. Artinya anak perlu mendapat perhatian dalam membangun sistem
pendidikan. Apabila anak telah menunjukkan gejala-gejala yang kurang baik,
berarti mereka sudah tidak menunjukkan niat belajar yang sesungguhnya. Kalau gejala
ini dibiarkan terus akan menjadi masalah di dalam mencapai keberhasilan
belajarnya.
Menurut Clemes (2001) bahwa terjadinya
penyimpangan perilaku anak disebabkan kurangnya ketergantungan antara anak
dengan orang tua. Hal ini terjadi karena antara anak dan orang tua tidak
pernah sama dalam segala hal. Ketergantungan anak kepada orang tua ini dapat
terlihat dari keinginan anak untuk memperoleh perlindungan, dukungan, dan
asuhan dari orang tua dalam segala aspek kehidupan. Selain itu, anak yang
menjadi “masalah” kemungkinan terjadi akibat dari tidak berfungsinya sistem
sosial di lingkungan tempat tinggalnya. Dengan kata lain perilaku anak
merupakan reaksi atas perlakuan lingkungan terhadap dirinya.
Penanganan terhadap perilaku anak yang
menyimpang merupakan pekerjaan yang memerlukan pengetahuan khusus tentang ilmu
jiwa dan pendidikan. Orang tua dapat saja menerapkan berbagai pola asuh
yang dapat diterapkan dalam kehidupan keluarga. Apabila pola-pola yang
diterapkan orang tua keliru, maka yang akan terjadi bukannya perilaku yang
baik, bahkan akan mempertambah buruk perilaku anak.
Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan
orang tua. Melalui orang tua, anak beradaptasi dengan lingkungannya dan
mengenal dunia sekitarnya serta pola pergaulan hidup yang berlaku di
lingkungannya. Ini disebabkan oleh orang tua merupakan dasar pertama bagi
pembentukan pribadi anak.
Bentuk-bentuk pola asuh orang tua
sangat erat hubungannya dengan kepribadian anak setelah ia menjadi dewasa. Hal
ini dikarenakan ciri-ciri dan unsur-unsur watak seorang individu dewasa
sebenarnya sudah diletakkan benih-benihnya ke dalam jiwa seorang individu sejak
sangat awal, yaitu pada masa ia masih kanak-kanak. Watak juga ditentukan oleh
cara-cara ia waktu kecil diajar makan, diajar kebersihan, disiplin, diajar main
dan bergaul dengan anak lain dan sebagainya (Koentjaraningrat, 1997). Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa pola asuh yang diterapkan oleh orang tua
sangat dominan dalam membentuk kepribadian anak sejak dari kecil sampai anak
menjadi dewasa.
Di dalam mengasuh anak terkandung pula
pendidikan, sopan santun, membentuk latihan-latihan tanggung jawab dan
sebagainya. Di sini peranan orang tua sangat penting, karena secara langsung
ataupun tidak orang tua melalui tindakannya akan membentuk watak anak dan
menentukan sikap anak serta tindakannya di kemudian hari.
Masing-masing orang tua tentu saja memiliki
pola asuh tersendiri dalam mengarahkan perilaku anak. Hal ini sangat dipengaruh
oleh latar belakang pendidikan orang tua, mata pencaharian hidup, keadaan
sosial ekonomi, adat istiadat, dan sebagainya. Dengan kata lain, pola asuh
orang tua petani tidak sama dengan pedagang. Demikian pula pola asuh orang tua
berpendidikan rendah berbeda dengan pola asuh orang tua yang berpendidikan
tinggi. Ada yang menerapkan dengan pola yang keras/kejam, kasar, dan tidak
berperasaan. Namun, ada pula yang memakai pola lemah lembut, dan kasih sayang.
Ada pula yang memakai sistem militer, yang apabila anaknya bersalah akan
langsung diberi hukuman dan tindakan tegas (pola otoriter). Bermacam-macam pola
asuh yang diterapkan orang tua ini sangat bergantung pada bentuk-bentuk
penyimpangan perilaku anak.
Orang tua dapat memilih pola asuh yang tepat
dan ideal bagi anaknya. Orang tua yang salah menerapkan pola asuh akan membawa
akibat buruk bagi perkembangan jiwa anak. Tentu saja penerapan orang tua
diharapkan dapat menerapkan pola asuh yang bijaksana atau menerapkan pola asuh
yang setidak-tidaknya tidak membawa kehancuran atau merusak jiwa dan watak
seorang anak.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Istanbuli, Mahmud Mahdi. 2002. Mendidik Anak
Nakal. Bandung: Pustaka.
Clemes, Harris. 2001. Mengajarkan Disiplin Kepada Anak.
Jakarta. Mitra Utama.
Riyanto, Theo. 2002. Pembelajaran Sebagi Proses Bimbingan
Pribadi. Jakarta: Gramediaa Widiasarana Indonesia.
Sumber: http://tarmizi.wordpress.com/2009/01/26/pola-asuh-orang-tua-dalam-mengarahkan-perilaku-anak/
Post a Comment for "POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENGARAHKAN PERILAKU ANAK"