BAB I
PENDAHULUAN
Pengertian fiqih (hukum Islam) pada hakikatnya adalah jabaran
praktis dari syari'ah. Syari'ah adalah nama bagi hukum-hukum yang bersifat
amaliyah. Untuk memahami pengertian hukum Islam, perlu diketahui lebih dahulu
kata “hukum” dalam bahasa Indonesia .
Definisi hukum secara sederhana adalah seperangkat peraturan tentang tingkah
laku manusia yang diakui sekelompok masyarakat, disusun orang-orang yang diberi
wewenang oleh masyarakat itu, serta berlaku dan mengikat untuk seluruh
anggotanya.
Kemudian definisi itu dikaitkan dengan Islam, maka hukum Islam
berarti seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah rasul tentang
tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini mengikat untuk semua
yang beragama Islam.
Bila artian sederhana tentang hukum Islam itu dihubungkan
kepada pengertian fiqih(yaitu dugaan kuat yang dicapai seorang mujtahid dalam
usahanya menemukan hukum Allah), maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksud hukum
Islam yaitu fiqh.
BAB II
PEMBAHASAN
KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN RELASI AL-QUR’AN DAN SUNNAH
A.
Pengertian Sumber Hukum
Islam (Dalil)
Menurut
Kamus Besar Indonesia
(Poerwadarminta, 1976 : 974), sumber adalah asal sesuatu. Sumber hukum Islam adalah
asal (tempat pengambilan) hukum Islam. Dalam kepustakaan hukum Islam di
Indonesia, sumber hukum Islam disebut dengan dalil hukum Islam (M. Tolchah
Mansoer, 1980 : 24, Mukhtar Yahya, 1979 : 21).[1]
Kata
dalil berasal dari bahasa Arab yang secara etimologi berarti sesuatu yang dapat
menunjuki atau petunjuk terhadap suatu baik yang hissi (konkrit) maupun
maknawi (abstrak). Baik petunjuk itu kepada kebaikan ataupun kejelekan. Di
kalangan ulama’ ahli ushul fiqih, kata dalil berarti sesuatu yang menyampaikan
kepada tuntutan khabari dengan pemikiran yang shahih. Dari rumusan ini
maka sesuatu yang tidak menyampaikan kepada tuntutan, atau yang menyampaikan
dengan pemikiran yang salah, bukanlah disebut dalil dalam artian ini.
B.
Dasar Pokok Sumber Hukum
Islam (Dalil)
Dalil-dalil
syari’ah atau sumber hukum Islam secara global menurut penyelidikan dapat
dipastikan bahwa dalil-dalil syari’ah dan hukum-hukum amaliyah adalah
berpangkal pada empat pokok sumber hukum Islam, yaitu: al Qur’an, as Sunnah,
ijma’, dan qiyas.
Namun
pada pembahasan ini kami hanya akan menjelaskan dua sumber hukum yang utama,
yaitu al Qur’an dan as Sunnah.
1.
Al Qur’an sebagai Sumber
Pokok Hukum Islam yang Pertama
a. Pengertian al Qur’an
Secara
etimologis al Qur’an berarti bacaan, berbicara tentang apa saja yang tertulis
padanya, atau melihat dan menelaah. Kata “Qur’an” digunakan dalam arti sebagai
nama kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Bila dilafalkan
dengan menggunakan “alif” dan “lam” berarti untuk keseluruhan apa
yang dimaksud dengan Qur’an sebagaimana firman Allah dalam surah Al Isra’ ayat
9 :
¨bÎ) #x»yd tb#uäöà)ø9$# Ïöku ÓÉL¯=Ï9 Ïf ãPuqø%r& çÅe³u;ãur tûüÏZÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# tbqè=yJ÷èt ÏM»ysÎ=»¢Á9$# ¨br& öNçlm; #\ô_r& #ZÎ6x. ÇÒÈ
Artinya : “Sesungguhnya Al Qur’an ini memberikan
petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada
orang-orang mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala
yang besar” (QS. Al-Isra’ : 9)
Sedangkan
al Qur’an secara terminologis adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang ditulis dalam mushaf dengan menggunakan bahasa Arab,
yang dinukilkan dengan cara
mutawatir. [2]
mutawatir. [2]
Al
Qur’an sendiri mempunyai batasan-batasan yang meliputi beberapa unsur, yakni:
·
Al Qur’an itu wahyu yang
berupa lafal, jadi wahyu yang berupa makna yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW dan diutarakan dengan bahasa beliau sendiri bukanlah dinamakan al Qur’an.
·
Al Qur’an itu berbahasa Arab,
terjemahan al Qur’an ke bahasa lain bukanlah disebut al Qur’an. Bentuk-bentuk
pemikiran dan tafsir-tafsir al Qur’an pun tetap bukanlah disebut al Qur’an
sekalipun menggunakan bahasa Arab.
·
Al Qur’an diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW, wahyu yang diturunkan kepada nabi selain Nabi Muhammad SAW,
wahyu tersebut bukanlah disebut al Qur’an.
·
Al Qur’an dinukilkan secara
mutawatir, ini mengandung arti bahwa ayat-ayat yang tidak dinukilkan
dalam bentuk mutawatir bukanlah al Qur’an. [3]
b. Kedudukan Al Qur’an
Atas
dasar bahwa hukum syara’ adalah kehendak Allah tentang tingkah laku manusia
mukallaf, maka dapat dikatakan bahwa pembuat hukum adalah Allah SWT. Ketentuannya
itu terdapat dalam kumpulan wahyu-Nya yang disebut al Qur’an. Dengan demikian
ditetapkan bahwa al Qur’an itu sumber utama bagi hukum Islam, sekaligus juga
sebagai dalil utama fiqh. Al Qur’an itu membimbing dan memberikan petunjuk
untuk menemukan hukum-hukum yang terkandung dalam sebagian ayat al Qur’an.
Karena
kedudukan al Qur’an itu sebagai sumber utama bagi penerapan hukum, maka bila
seseorang ingin menemukan hukum untuk suatu kejadian, tindakan pertama yang
harus dia lakukan adalah mencari jawaban dari al Qur’an. Selama hukumnya dapat
ditemukan dalam al Qur’an maka dia tidak boleh mencari jawaban lain dari luar
al Qur’an.
Selain
itu sesuai dengan kedudukan al Qur’an sebagai sumber utama hukum Islam, itu
berarti al Qur’an adalah sumber dari segala sumber hukum. Karena itu jika akan
menggunakan sumber hukum lain dari luar al Qur’an maka harus sesuai dengan
petunjuk Al Qur’an dan tidak boleh melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Al
Qur’an.
Kekuatan
hujjah al Qur’an sebagai sumber dan dalil hukum fiqih terkandung dalam ayat al
Qur’an yang menyuruh umat manusia mematuhi Allah, perintah mematuhi Allah itu
berarti perintah mengikuti apa-apa yang difirmankan-Nya dalam Al-Qur'an. [4]
c. Fungsi al Qur’an
Al
Qur’an diturunkan Allah untuk disampaikan kepada umat manusia untuk
kemaslahatan dan kepentingan mereka. Kemaslahatan itu dapat berbentuk
mendatangkan manfaat atau keberuntungan maupun dalam bentuk melepaskan manusia
dari kemadlaratan yang akan menimpanya.
Bila
ditelusuri ayat-ayat yang menjelaskan fungsi turunnya al Qur’an kepada umat
manusia sangatlah banyak, diantaranya [5]:
·
Sebagai petunjuk bagi
kehidupan umat. Fungsi petunjuk ini banyak sekali terdapat dalam al Qur’an,
misalnya dalam surah al baqarah:2.
y7Ï9ºs Ü=»tGÅ6ø9$# w
|=÷u
¡ ÏmÏù ¡ Wèd
z`É)FßJù=Ïj9
ÇËÈ
Artinya : “Kitab
(Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”.
(QS. Al Baqarah : 2).
·
Sebagai rahmat atau
keberuntungan yang diberikan Allah dalam bentuk kasih sayang-Nya. Jadi al
Qur’an merupakan rahmat untuk umat manusia.
Wèd ZpuH÷quur
tûüÏZÅ¡ósßJù=Ïj9
ÇÌÈ
Artinya : "Menjadi
petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan" (QS. Luqman : 3).
·
Sebagai mauizah atau
pengajaran yang akan mengajar dan membimbing umat dalam kehidupannya untuk mendapatkan
kebahagiaan dunia dan akhirat.
$oYö;tF2ur ¼çms9 Îû Çy#uqø9F{$# `ÏB Èe@à2 &äóÓx« ZpsàÏãöq¨B WxÅÁøÿs?ur Èe@ä3Ïj9 &äóÓx« $ydõäÜsù ;o§qà)Î/ öãBù&ur y7tBöqs% (#räè{ù't $pkÈ]|¡ômr'Î/ 4
ö/ä3Í'ré'y u#y tûüÉ)Å¡»xÿø9$# ÇÊÍÎÈ
Artinya: "Dan telah
Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat)
segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami
berfirman): "Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu
berpegang kepada (perintah-perintahnya) dengan sebaik-baiknya, nanti Aku akan
memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik." (QS. Al A’raf:145)
·
Sebagai pembenar terhadap
kitab-kitab sebelumnya, ini berarti bahwa al Qur’an memberikan pengakuan
terhadap kitab-kitab sebelumnya sebagai wahyu Allah.
tA¨tR øn=tã |=»tGÅ3ø9$# Èd,ysø9$$Î/ $]%Ïd|ÁãB $yJÏj9 tû÷üt/ Ïm÷yt tAtRr&ur sp1uöqG9$# @ÅgUM}$#ur ÇÌÈ
Artinya: Dia
menurunkan Al Kitab (Al-Qur'an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab
yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil." (QS. Ali Imran:
3)
Dengan
menganalisa fungsi al Qur’an secara harfiyah yang terdapat dalam al Qur’an,
jelaslah bahwa al Qur’an itu diturunkan Allah dalam bentuk multifungsi.
Memang
terdapat pula dalam ayat-ayat lain yang mengisyaratkan fungsi al Qur’an selain yang
kami jelaskan di atas. Kesemuanya itu dapat terangkum dalam dua hal pokok,
yaitu:
1) Sebagai rahmat yang dikaruniakan Allah kepada umat manusia bila
mereka menerima dan mengamalkan keseluruhan isi al Qur’an, dan niscaya akan
mendapatkan kehidupan yang bahagia di dunia dan di akhirat.
2) Sebagai petunjuk, ini dapat berarti petunjuk bagi manusia untuk
mengenal rasul dan membuktikan kebenaran identitas kerasulan. Dan petunjuk akan
kebenaran rasul karena dalam al Qur’an terdapat daya mukjizat yang menunjukkan
bahwa pembawa al Qur’an itu adalah benar-benar seorang rasul.
d. Kriteria Hukum dalam al Qur’an
Hukum
yang terkandung dalam al Qur’an secara umum terbagi menjadi tiga, yaitu[6]:
·
Hukum-hukum aqidah
Merupakan
hukum yang bersangkutan dengan hal-hal yang harus dipercaya oleh setiap
mukallaf, yaitu tentang keimanan (doktrin aqoid).
·
Hukum-hukum Allah
Merupakan
yang bersangkutan dengan hal-hal yang harus dijadikan perhiasan oleh setiap
mukallaf berupa hal-hal keutamaan dan menghindarkan diri dari kehinaan (doktrin
akhlak).
·
Hukum-hukum Amaliyah
Adalah
hukum yang bersangkutan dengan hal-hal tindakan setiap mukallaf, meliputi
masalah ucapan, perbuatan, akad, pembelanjaan dan lain-lain. Hukum amaliyah
dalam al Qur’an sendiri terbagi menjadi dua cabang, yaitu:
1) Hukum-hukum ibadah yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia
dengan Tuhan, seperti sholat, puasa, zakat, haji, dan ibadah lainnya yang
mempunyai arti mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya.
2) Hukum-hukum muamalah yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia
dengan sesama, seperti akad, hukuman, jinayat dan lainnya yang mengatur manusia
dengan sesamanya.
2.
As Sunnah sebagai Sumber
Pokok Hukum Islam yang Kedua
a. Pengertian As sunnah
Menurut
bahasa kata sunnah berarti jalan yang ditempuh, perbuatan yang selalu dilakukan
dan adat kebiasaan. Namun definisi yang diberikan oleh para ahli berbeda antara
satu dengan yang lain, menurut ahli hadits, sunnah adalah hal-hal yang
datangnya dari rasul baik itu ucapan, perbuatan, maupun pengakuan. Menurut ahli
fiqih, sunnah berarti sesuatu yang dituntut oleh pembuat syara’ untuk
dikerjakan dengan tuntutan yang tidak pasti, dengan kata lain suatu perbuatan
yang jika dikerjakan akan mendapat pahala dan jika ditinggal tidaklah berdosa.
Kemudian berbeda juga definisi yang diberikan oleh ahli ushul fiqih, sunnah
yaitu perkataan, perbuatan, dan ketetapan-ketetapan nabi yang berhubungan
dengan pembentukan hukum. [7]
b. Kedudukan Sunnah
As
Sunnah merupakan dasar hukum yang kedua setelah al Qur’an. Dalil yang
menunjukkan demikian antara lain:
·
Ayat-ayat al Qur’an, sunnah
nabi, dan atsar para sahabat menunjukkan demikian.
·
Al Qur’an dinukilkan dengan
jalan mutawatir, sehingga jika dilihat dari segi wurudnya ia termasuk
dalil naqli.
·
Sunnah adakalanya
menerangkan ayat al Qur’an yang masih mujmal dan adakalanya menambah hokum yang
belum terdapat di dalam al Qur’an. [8]
c. Fungsi as Sunnah
Sebagian
besar dalam al Qur’an ayat-ayat tentang hukum masih diterangkan dalam bentuk
garis besarnya saja, sehingga secara amaliyah belum dapat dilaksanakan tanpa
penjelasan dari as Sunnah. Dengan demikian fungsi sunnah yang utama adalah
untuk menjelaskan isi yang terkandung dalam al Qur’an.
!$tBur $uZø9tRr& y7øn=tã |=»tGÅ3ø9$# wÎ) tûÎiüt7çFÏ9 ÞOçlm; Ï%©!$# (#qàÿn=tG÷z$# ÏmÏù
Yèdur ZpuH÷quur 5Qöqs)Ïj9 cqãZÏB÷sã ÇÏÍÈ
thanks atas blognya,, menbantu sekali dalm info tentang Al-Quran....
ReplyDelete